Jumat, 19 April 2013

Penyelesaian Sengketa Ekonomi Internasional Melalui GATT dan WTO


A.        Latar Belakang
Kelahiran negara-negara baru dan munculnya kekuatan dunia ketiga merupakan salah satu aspek timbulnya perubahan dalam hukum perdagangan internasional. Sebagaimana diketahui, munculnya negara-negara sosialis yang diawali dengan Revolusi Sosialis 1917 telah menimbulkan pergeseran prinsip hukum internasional. Hal ini dikarenakan munculnya kekuatan yang mengimbangi negara-negara liberal.
Pesatnya pertumbuhan perekonomian negar-negara ASEAN, termasuk Indonesia, kurun waktu terakhir ini mau tidak mau telah membuat pusing negara-negara maju, seperti USA, Uni Eropa, dan lain-lain. Sektor perdagangan menjadi sangat penting peranannya dalam pembinaan perekonomian, baik dalam perdagangan domestik maupun perdagangan internasional yang menuju era perdagangan bebas yang semakin kompetitif.

Sebagaimana diketahui bahwa di seluruh dunia berbagai Negara melakukan tindakan-tindakan deregulasi maupun regulasi secara silih berganti. Peraturan perundang-undangan tersebut dalam proses perkembangannya semakin terasa pengaruhnya atas pelaksanaan tindakan-tindakan pengusaha dalam perdagangan internasional tersebut. Dalam kaitan tersebut kegiatan para pelaku perdagangan internasional di suatu saat dapat menimbulkan terjadinya perselisihan yang melahirkan sengketa dalam perdagangan internasional.
Maraknya soal Mobnas di kancah internasional, sejak Amerika Serikat mendaftarkan gugatan keduanya ke panel badan penyelesaian sengketa (DSB-Dispute Settlement Body) Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), ini berarti bahwa USA telah mengikuti jejak Jepang dan Uni Eropa dalam memberikan indikasi bahwa mereka tidak puas dengan hasil negosiasi bilateral dengan Indonesia dan meminta WTO mengambil keputusan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tiga kekuatan ekonomi yang mendominasi dunia menggugat Indonesia. Hal ini jelas merupakan suatu hal yang sangat serius.[1]
Suatu sengketa dapat terjadi apabila ada pertentangan, misalnya karena adanya pelanggaran ketentuan GATT yang menimbulkan kerugian salah satu pihak. Di dalam GATT tidak mengenal istilah ganti rugi atau penyitaan karena GATT mengatur tingkah laku perdagangan untuk mencapai harmonisasi antara peraturan internasional dengan kebijaksanaan nasional. Untuk menentukan sumber sengketa, GATT mensyaratkan adanya multification atau impairment, sebagaimana diatur dalam Pasal XXIII. Dari ketentuan tersebut, dapat ditarik unsur-unsur yang dapat memberikan alasan kepada contracting parties. Artinya, untuk terjadinya sengketa paling tidak harus dipenuhi unsur-unsur, yaitu sebab-sebab terjadinya kerugian yang diderita suatu negara dan unsur akibat yang secara definitif ditentukan oleh GATT. Prosedur penyelesaian sengketa sebagaimana diatur dalam Pasal XXII dan Pasal XXIII, sedangkan tahap-tahap penyelesaiannya melalui konsultasi para pihak, sidang contracting parties dan panel.


[1] Syahmin AK., Hukum Perdagangan Internasional (Dalam Kerangka Studi Analitis), (Naskah Tutorial), FH UNISTI Palembang, 2004, hlm.7

Makalah dapat di download di: http://www.mediafire.com/?1d7bjuwty6eq666

Tidak ada komentar:

Posting Komentar