Senin, 21 Oktober 2013

Rokok oh Rokok

Selama ini rokok dibilang sebagai penyumbang devisa terbesar untuk negara... WOW!! 
padahal nyatanya rokok justru menyumbang kerugian terbesar negara loh. Mau tau?

Jadi, memang benar pemasukan negara dari sektor cukai rokok cukup besar, namun tengok lah... wkwkwkw tengkok #orangmalay....
impac (dampak) yang ditimbulkan rokok bukan hanya masalah kesehatan saja tapi juga masalah moral dan finansial.

Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menyatakan, cukai rokok setahun sekitar Rp 55 triliun, wew.. banyak ya :D 
tetapi konsumsi rokok, biaya kesehatan, dan kehilangan nilai ekonomi tenaga kerja produktif akibat rokok dalam setahun mencapai > empat kali lipatnya (Rp 245 triliun),  





Jika kerugian tersebut dikonversikan untuk menanggulangi masalah kekurangan gizi di seluruh pelosok tanah air, maka problem tersebut bisa diselesaikan dalam waktu hanya tiga bulan. Itu katanya dr. Farid - Ketua PB IDI.

Pemerintah, dunia bisnis, dan masyarakat kerap silau dengan pembangunan fisik di Negara ini yang mengejar pertumbuhan ekonomi makro dengan mengorbankan alam kita (ex. hutan konservasi, rawa, dsb). Mereka baru terkaget-kaget dengan amuk banjir dahsyat yang terjadi dikarenakan semua itu.

Analogi ini berlaku juga untuk rokok di Indonesia menurut saya, yang telah membuat para pemilik industri rokok besar menjadi orang-orang terkaya di Indonesia. Karena menyumbang cukai puluhan triliun rupiah setiap tahun (pahalanya banyak nih orang :), dan membuat banyak pihak terlena dan menganggap industri rokok lebih banyak manfaat ketimbang mudaratnya.
Padahal rokok telah menyebabkan kematian sekitar 400.000 orang (25.000 orang di antaranya perokok pasif) setiap tahun dan jutaan orang sakit serta menjadi tidak produktif. Ini mengingatkan kita pada Joseph Stalin, pemimpin Uni Soviet, yang pernah menyatakan, ”Kematian satu dua orang boleh jadi adalah sebuah tragedi, tetapi kematian ribuan apalagi jutaan orang telah menjadi statistik.”

Kematian ratusan ribu warga Indonesia akibat rokok setiap tahun cuma menjadi statistik dan masalah rokok tetap akan menjadi wabah bisu yang sama sekali tidak sedramatis tragedi 
kecelakaan pesawat Sukhoi pada 9 Mei 2012 di Gunung Salak yang membawa 45 orang, letusan Gunung Merapi yang menewaskan Mbah Marijan, atau banjir besar Jakarta yang menenggelamkan dua karyawan Plaza UOB. Hahaha

Ada tiga penyebab utama mengapa rokok merajalela di Indonesia. Pertama, keserakahan industri rokok (multinasional dan nasional). Kedua, iklan dan promosi rokok yang (dibiarkan) masif. Ketiga, lemahnya komitmen hukum dan/atau politik Negara ini.
Indonesia adalah satu-satunya negara di kawasan Asia Pasifik yang belum meratifikasi Konvensi Kerangka Kerja untuk Pengendalian Tembakau (Framework Convention on Tobacco Control/FCTC) yang dicanangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2003. FCTC di antaranya mengatur promosi atau iklan rokok, melarang perokok merokok di tempat umum, dan membatasi konsumsi rokok dengan menaikkan cukai rokok.

Karena pemerintah belum meratifikasi Konvensi Internasional Pengendalian Tembakau (FCTC) yang telah dijadwalkan tahun 2004. Akibatnya Indonesia terancam tidak mendapatkan bantuan kesehatan dan lainnya dari WHO yang dikirimkan ke pelosok desa-desa.
“Indonesia juga dianggap tidak konsekwen dan peduli terhadap kesehatan generasi muda,” 


Cukup lah nyindir rokok terus, papah ane ini perokok, dan beberapa oom, tante, saudara pada ngerokok, serta temen2 ane 99% perokok juga... dan mereka bilang (temen2) dengan lantang "Rokok dibatasin indonesia makin miskin" tanpa melihat apa yg terjadi dibalik layar..
mereka bilang cukai dari rokok besar, entar kalo perusahaan rokok dibubarin berapa juta orang buruh yg bakalan jadi pengagguran... ya kaliiii harus dibubarin, cuma harus dibatasi! Okeh...

1 fakta terakhir karena temen2 cinta banget ama buruh, sampe kepikiran kalo perusahaan rokok dibubarin buruhnya kasiann :( 
Faktanya buruh rokok adalah buruh yang paling kecil pendapatanya. Upah mereka dihitung dari berapa rokok yang telah dilinting. Rata-rata jika full 30 hari masuk hanya mendapat upah Rp 540.000 . Tanpa Tunjangan Kesehatan!! 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar